Cerita horor pesantren bukan lagi menjadi kejutan bagi khalayak umum. Meski berbasis pendidikan Islam, pesantren juga memiliki cerita tersendiri terkait hal-hal mistis, terutama yang sering menimpa santri-santrinya. Nggak perlu dipertanyakan karena makhluk halus selalu hidup bersama kita, dan sosoknya terkesan nggak pandang bulu. Mau orang itu agamis atau tidak, mereka biasanya mendapat gangguan dari jin-jin jahil dan jahat. Setidaknya, cerita-cerita di bawah ini bisa jadi “bukti” kecilnya.
Cerita horor pesantren: Hantu Migrofah
Kisah pertama diceritakan oleh Basuk saat ia melanjutkan SMP di salah satu pesantren modern pada tahun 2006 silam. Saat itu, Basuki ditempatkan di sebuah kamar yang berisikan 15 santri, termasuk ketuanya Syafrudin.
Hingga suatu malam, Basuki tidak bisa tidur saat lampu kamar sudah dimatikan. Ia akhirnya memilih untuk menghapal saja di dekat jendela, sambil sesekali melihat suasana dini hari di pondok tersebut. Migrofah, gayung. Migrofah, gayung.. begitu kata-kata yang dihapal Basuki lewat kamus yang dipegangnya.
Namun, ia tiba-tiba dikagetkan dengan bayangan sosok misterius yang melintasi kamarnya. Sekilas sosok tersebut terlihat menggunakan mukena. Namun, Basuki nggak mau terlalu peduli, dan kembali fokus pada kamus yang dipegangnya. Jantungnya lagi-lagi dibuat terkejut dengan suara ketukan pada jendelanya. Setelah dicek ternyata tidak ada siapa-siapa.
Terlalu lama menghapal rupanya membuat Basuki harus membuang hajatnya. Ia pun lari terbirit-birit menuju wc yang ada di ujung gedung ini. Wc di pondok pesantren ini rupanya tidak sama seperti toilet pada umumnya. Dalam satu ruangan, ada 11 toilet jongkok yang berjejer dan hanya disekat dengan tembok yang tidak terlalu tinggi. Jadi, orang lain masih bisa melihat kepala kita saat buang hajat.
Basuki akhirnya menuntaskan hajatnya. Namun, ia malah jadi bingung karena ternyata disana nggak ada gayungnya. Karena tergesa-gesa, Basuki akhirnya nekad meminjam gayung pada orang sebelahnya yang daritadi terus-terusan membunyikan gemericik air.
Kak, aku boleh pinjem migrofah, nggak?. Lantas orang di sebelahnya menjawab, Boro-boro migrofah, kepala aja nggak punya..
Hantu di Kantor Pondok
Cerita horor pesantren kali ini datang dari santri bernama Madan. Singat cerita, santri tersebut kebelet ingin buang air kecil pada pukul 01.30. Madan sendiri lebih memilih untuk pergi ke toilet di dekat tempat wudhu santri, alih-alih di dekat kamarnya yang katanya sering ada penampakan hantu perempuan.
Hawa di toilet depan wudhu santri tersebut lumayan dingin. Madan mau nggak mau harus buang air besar meski suhu air begitu menusuk. Saat hendak keluar toilet, ia melihat bayangan terang di ventilasi pintu toilet. Ah, mungkin cuman lampu. Sikap acuhnya tersebut bisa mempertahankan keberaniannya untuk kembali ke kamarnya.
Dalam perjalanan menuju kamar, Madan malah merasa ada sesuatu yang ganjal. Ia merasa seperti dibuntuti, tetapi nyatanya tidak ada siapa-siapa di belakangnya. Setelah memalingkan wajahnya ke depan, Madan malah menjerit ketakutan. Rupanya, ada sosok perempuan yang sedari tadi memperhatikan Madan di depan kantor pondok.
Cerita horor pesantren: Hantu Herlina
Akun Instagram @nenk_update menceritakan sosok hantu Santriwati bernama Herlina. Herlina dulunya merupakan santriwati asal pondok pesantren di daerah Lamongan Jawa Timur.
Selama di pesantren, Herlina pernah ke-gep pengasuh pesantren mencuri sebuah batu akik milik pimpinan pondok. Diancam perbuatannya akan dilaporkan pada pemilik ponpes, Herlina pun melarikan diri. Namun, ia malah harus menghembuskan napas terakhrnya di perjalanan akibat kecelakaan. Sayang, kematiannya tersebut tidak diketahui pihak pesantren.
Tidak terima anaknya mati sia-sia, orang tua Herlina mendatangi dukun untuk membalas dendam. Dukun tersebut akhirnya mengirimkan dedemit yang berwujud persis seperti Herlina ke pesantren itu.
Si Hantu Herlina ini kembali ke ponpes. Pihak pesantren yang nggak tahu apa-apa dengan santainya menerima kedatangannya. Namun, Si Herlina palsu ni diharuskan meminta maaf dan menjalani sebuah hukuman.
Pada suatu malam, Herlina minta tolong pada pengurus pesantren untuk diantarkan ke kamar mandi. Setelah ditunggu selama beberapa menit, Herlina rupanya nggak kunjung keluar. Beberapa temannya akhirnya terpaksa mendobrak pintu kamar mandi. Betapa kagetnya mereka karena sosok di dalam kamar mandi tersebut adalah hantu wanita berpakaian merah bertaring dan tertawa. Mereka pun lari terbirit-birit dan melaporkannya ke Pak Kyai.
Pak Kyai kemudian menangkap hantu itu ke dalam botol dan membuangnya sejauh mungkin. Kejadian itu membuat pihak pesantren tahu bahwa nyatanya Herlina telah meninggal dunia.
Penduduk Lenyap Ditelan Bumi
Kisah horor pesantren pada poin keempat ini fiktif belaka. Namun, kengeriannya bisa saja mengusik bulu kuduk kamu lebih merinding. Diceritakan ada sebuah kawasan di pedalaman pulau Jawa Barat yang minim aktivitas manusia. Bahkan tanah disana juga hampir jarang “diinjak”warga sekitar karena suasananya terkenal mencekam apalagi menjelang malam hari. Di sisi lain, kawasan tersebut tersebut menjadi satu-satunya jalan bagi para santri yang mau masuk pesantren.
Akibat kengeriannya itulah, lagi-lagi keluarga santri yang ingin menjengukpun tidak ada yang berani datang sore hari. Mereka lebih memilih untuk datang pada pagi hari dan siang harinya sudah bisa kembali ke rumah.
Bangunan pesantren itu sendiri sudah berdiri sejak 1919. Pada tahun 2000-an, pesantren tersebut direnovasi dengan mengganti beberapa bangunan yang sudah hampir rubuh. Namun, proses renovasi tersebut rupanya nggak berjalan mulus. Ada saja kejadian-kejadian ganjil yang terjadi. Mulai dari suara tangisan perempuan, suara kuda lari, sampai sumur yang tiba-tiba tertutup tanah dan tidak berbekas. Yang lebih seramnya lagi, beberapa kuli bangunan juga kerap kesurupan bahkan sampai melompat dari atas bangunan hingga mati.
Dengan adanya kejadian tersebut, pihak Ponpes mengadakan pengajian pada malam harinya bersama para santri. Cara ini diharapkan bisa membuat pesantren lebih tenang dan bersih dari makhluk halus yang jahat.
Pada pukul 20:00 WIB pengajian dimulai dengan dihadiri seluruh penduduk pesantren. Setelah pengajian selesai, Ustadz Fajri memulai ritualnya untuk berinteraksi dengan makhluk halus. Namun, Ustadz Fajri secara mengejutkan terjatuh lemas hingga kepalanya berdarah akibat terbentur lantai. Dengan kondisi sadar nggak sadar, Ustadz tersebut meminta semua penghuni ponpes untuk berlindung di bukit untuk sementara waktu.
Perjalanan menuju ke atas bukit juuga tidak semulus yang diharapkan. Para santri dan guru merdengar suara menyeramkan dan sangat kencang, Kalian tidak akan lolos malam ini, tidak akan pernah lagi melihat matahari. Semuanya hanya bisa mematung.
Ustadz Fahmi pun berteriak dan mencoba berkomunikasi dengan suara tersebut.
“Apa salah kami? Tidakkah semuanya bisa diselesaikan dengan baik?”, tanya Ustadz Fahmi.
“Kalian telah menghancurkan kerajaan kami, dan inilah waktu yang tepat untuk balas dendam”, kata suara misterius tersebut.
Rupanya, jin-jin penghuni pesantren tersebut tidak terima kalau bangunan tua yang berada di ujung timur pesantren itu dihancurkan.
Suara misterius tersebut pada akhirnya tidak terdengar lagi.Para penduduk pesantren pun melanjutkan perjalanannya ke atas bukit. Namun, pijakan kaki mereka seolah-olah tidak lagi menapak tanah. Tiba-tiba saja bukit tersebut terbelah menjadi dua bagian. Bahkan isi bagian dalam dari bukit itu terlihat sangat jelas dan sangat menyeramkan. Di dalamnya terdapat api yang sangat panas, jutaan keping emas, dan makhluk halus yang menyeramkan.
Semua penduduk pesantren pun kalang kabut dan berusaha untuk menyelamatkan diri. Sayangnya, tidak ada satupun yang selamat karena semuanya tertelan perut bukit yang mengerikan.
Sosok Bocah di Kamar Mandi
Kejadian nyata ini dialami oleh Sedot, nama samaran. Sedot adalah lelaki yang sangat suka mandi di malam hari. Bukan tanpa alasan, karena santri di pesantren jumlahnya lebih banyak, jadi untuk kamar mandi saja harus rebutan.. mengingat jumlah kamar mandinya juga terbatas.
Di setiap malam Jumat, pesantren tersebut selalu menggelar agenda khusus. Sejak ba’da Maghrib, santri akan berkumpul membaca Manaqib Syekh Abdul Qodir Jaelani di masjid, dilanjutkan dengan membaca Al-Barzanzi setelah salat Isya. Kegiatan ngaji rutin harian diliburkan semua.
Ya, maklum hari libur kami adalah hari Jumat, bukan hari Ahad. Jadi, jika Anda bingung malam mingguan mau jalan sama ke mana, kami justru linglung malam jumatan mau duduk di serambi masjid sebelah mana. Buat ngapain? Ya enggak ngapa-ngapain juga. Orang cuma itu hiburannya.
Karena hampir semua santri berada di masjid, maka gedung pondok akan sangat sepi. Terutama kamar mandi santri putra yang berada di ujung paling jauh dari masjid pondok. Hanya ada dua kategori santri yang tidak ikut kegiatan di masjid saat malam Jumat.
Pertama, yang kamarnya kena jatah piket nguras kamar mandi. Kedua, santri yang sorenya belum mandi dan nekat mandi malam-malam. Sialnya, santri kategori kedua malam itu adalah Sedot, teman saya.
Sudah jadi rahasia umum kalau kamar mandi pesantren saya itu begitu jorok sekaligus horor. Saluran pembuangan yang mampet, air di bak mandi yang bercampur sabun dan bikin warnanya seperti air degan. Bahkan kalau kamu beruntung, kamu bisa nemu eek di lubang WC yang belum sempat disentor.
Nah, malam itu, Sedot sebenarnya takut juga kalau nekat mandi. Maklum, berbagai cerita-cerita horor di kamar mandi bagi santri yang sengaja bolos kegiatan di masjid malam Jumat banyak sekali.
Dari munculnya sepotong tangan yang tahu-tahu bantu nyebokin pantat kita dari lubang WC sampai sosok menyeramkan yang mendadak muncul dari bak mandi. Itu kisah sehari-hari yang biasa terjadi di pesantren saya.
Waktu itu sih saya yakin, cerita-cerita itu pasti akal-akalannya para Kang Ustad Pondok saja biar anak-anak takut mandi malam terus jadi bergegas ke masjid sehabis magrib. Namun, sekalipun saya dan beberapa teman seangkatan yakin cerita horor itu cuma bentuk propaganda para Kang Ustad Pondok, bentuk kamar mandi pondok putra emang udah kebangetan serem dari sananya.
Lha piye? Kalaupun hantunya emang enggak ada, tapi kalau kamu mandi terus tahu-tahu muncul sebongkah tokai dari lubang WC karena septic-tank sudah membludak, apa itu enggak serem?
Makanya saya yakin, propaganda kamar mandi serem pondok putra itu bukan hanya bikinannya para Ustad Pondok saja, tapi termasuk tukang bangun septic-tank-nya juga. Bedebah memang, ternyata mereka sekongkol.
Tapi, pada malam itu, ada alasan lain kenapa Sedot nekat mandi di malam Jumat. Ia bercerita ke saya kemudian hari, waktu itu dia berani karena yakin tidak akan sendiri.
“Alaaah, paling sebentar lagi anak-anak yang piket nguras juga bakalan dateng,” batin Sedot sambil masuk kamar mandi lorong paling ujung.
Oh iya, ada alasan khusus kenapa Sedot memilih kamar mandi paling ujung. Kamar mandi ini adalah kamar mandi favorit. Alasannya sederhana, karena satu-satunya kran bak mandi ada di sana.
Lho emang kamar mandi lain enggak ada kerannya? Iya, memang tidak ada.
Jadi begini. Di kamar mandi pesantren saya hanya terdapat sebuah bak mandi sangat panjang yang dipisah-pisah dengan tembok, hingga menjadi bilik-bilik kecil kamar mandi. Alhasil, kran air hanya perlu satu untuk satu deret kamar mandi. Irit, praktis, dan membuat batas minimum volume air yang bisa dipakai bersuci mudah terpenuhi.
Nah, saat Sedot masuk kamar mandi favorit itu, bulu kuduknya mendadak berdiri. Katanya hawa terasa mendadak panas. Sedot gusar, ini kok anak-anak yang piket nguras belum datang-datang juga, ya. Lama menunggu di kamar mandi sambil membayangkan cerita-cerita horor, nyali Sedot pun jadi ciut. Setengah buru-buru Sedot pun langsung mandi berharap segera selesai.
Di tengah-tengah aktivitasnya mandi, Sedot samar-samar mendengar ada suara kecipak air dari salah satu kamar mandi di sebelahnya.
“Jancuk, opo kuwi?” Sedot memaki dalam hati.
Sialnya, saat dalam posisi sangat ketakutan seperti itu, Sedot sedang keramas dan busanya banyak yang turun ke bagian mata. Ia pun harus memejamkan matanya terus. Selang beberapa detik, bunyi kecipak air itu itu terdengar lagi. Seperti itu sampai tiga kali.
Setelah itu, sunyi.
Takut dan buru-buru karena tidak bisa melihat apa-apa, Sedot pun mulai membilas rambutnya. Kalaupun ada apa-apa, paling tidak ia bisa melihat apa yang sedang terjadi.
Pada saat itulah, tepat di hadapan Sedot, muncul sesosok tubuh misterius dari bak mandi dengan begitu cepat. Sedot mematung. Tubuhnya gemetar tanpa ia sadar. Sejurus kemudian…
“Aaaa…. aamppuuuuuun… ampuuuun…” Sedot teriak sekencang mungkin sambil mengucek matanya. Sampai ketika Sedot bisa dengan jelas melihat sosok apa yang ada di depannya, imajinasinya lari ke mana-mana. Imajinasi yang malah bikin ia semakin ketakutan.
Mahluk itu akhirnya benar-benar menampakkan wujudnya di depan Sedot kali ini. Seorang bocah yang juga telanjang.
Sedot memperhatikan dengan saksama bocah tersebut. Hingga akhirnya ia tahu: ternyata bocah itu hanyalah anak SMP yang sedang berenang mengitari bak mandi dari bilik ke bilik. Malam Jumat itu memang giliran anak-anak SMP yang dapat giliran menguras bak mandi.
Sedot yang tadinya takut bukan kepalang mendadak jadi jengkel tak karuan.
“Bocah edyaaaaaaaan…!!! Jangan nyemplung dulu!!! Jangan dimulai dulu ngurasnya, aku masih mandi!!!”
Sambil mengucek-ngucek matanya yang juga kelilipan, Bocah tersebut membalas pelan: “Sorry, Mas. Sorry, aku keliru kamar mandi…”
Diganggu Hantu Korban Bully
Sebuah cerita horor datang dari seorang mahasiswi semester tiga bernama Dini. Ia menceritakan kisah seramnya melalui podcast Jody Aditya. Pada tahun 2017, Dini baru saja menyelesaikan sekolahnya di bangku SMP. Orangtuanya mengirimnya ke boarding school Tahfidz Quran agar Dini dapat menghafal Alquran dengan baik. Meski kurikulumnya modern, lokasi pondok pesantrennya itu berada di bawah kaki gunung dan masih dikelilingi hutan.
Dini ditempatkan pada satu kamar yang berisikan empat orang. Tiga orang lainnya adalah Alya, Nana dan Aya. Ketiga orang tersebut rupanya sama dengan Dini, yaitu masih belum fasih dalam menghafal Alquran.
Pada minggu ke tiga menyantri, Dini terganggu dengan tingkah kakak seniornya yang sering melakukan tindak bullying. Kakak seniornya tersebut sering merundunganak-anak yang hafalan Alquran nya paling sedikit seperti Dini. Hingga suatu sore, setelah salat Ashar, Dini bersama santri lainnya berkumpul di masjid ponpes untuk melakukan hafalan. Namun, ada satu santri yang tidak datang untuk hafalan, santri tersebut bernama Jihan.
“Dini dan teman-temannya berfikir jika Jihan sedang menstruasi makanya ia tidak datang untuk hafalan,” terang Jody dalam Podcast horrornya.
Kelas berjalan normal hingga jam 17.00 sore. Beberapa santri ada yang memilih kembali ke kamar, beberapa lagi mengobrol termasuk Dini. Ia mengobrol bersama temannya di balkon lantai dua masjid.
Di saat sedang asyik mengobrol, Dini dan Alma sempat melihat Jihan keluar dari area hutan dengan pakaian kotor penuh telur, dan terigu.
“Jihan ini keadaannya kacau banget, itu kerudung dan gamisnya penuh dengan tepung dan telur, kaya orang yang lagi ultah abis diceplokin,” ujar Jody melanjutkan cerita.
Jihan terlihat sambil menangis dan menuju ke arah kamar mandi pondok. Dini dan Alma yang melihat Jihan menangis berusaha mengejar Jihan. Saat berusaha mengejar Jihan, Dini dan Alma melihat segerombolan kakak kelas baru saja keluar dari area hutan.
“Di sini Dini dan Alma udah curiga kalau Jihan jadi korban pembullyan kakak seniornya.” Ujar Jody.
Singkat cerita, Dini dan Alma mendatangi toilet tempat Jihan masuk. Di sana Dini mendengar Jihan menangis. “Jihan kamu kenapa?,” tanya Dini.
Alma pun ikut bertanya kepada Jihan, “Jihan kamu baik-baik saja? Aku panggilin ustadzah ya?,” Alma memberi saran. Akan tetapi, Jihan tidak menjawab pertanyaan kedua temannya itu.
Jihan tetap menangis, sampai tiba waktunya Maghrib. Alma pun mengajak Dini untuk kembali ke asrama. Untuk mandi dan persiapan salat Maghrib.
Awalnya, Dini menolak ajakan Alma ia merasa kasihan dengan Jihan yang sudah dapat dipastikan sebagai korban bullying.
Alma mengatakan, mungkin Jihan butuh waktu untuk menenangkan diri dan akan kembali lagi nanti untuk mengecek keadaan Jihan. Akhirnya, Dini dan Alma kembali ke asrama untuk sholat Maghrib berjamaah.
Selesai salat Maghrib, Dini dan Alma mengantri makanan. Kebetulan, di belakang Dini dan Alma tampak kakak senior mereka. Senior-senior yang Dini dan Alma lihat tadi sore. Segerombolan kakak kelas itu pun mengobrol dengan temannya.
Ia mengatakan dirinya puas telah membully Jihan. Ternyata dugaan Dini dan Alma benar, segerombolan kakak kelas itu yang tadi membully Jihan. Singkat cerita, Dini dan Alma kembali ke kamar.
Mereka tidak menemukan Jihan. Dini dan Alma bahkan mencari Jihan sampai ke toilet tempat tadi sore Jihan menangis. Tapi ternyata Dini dan Alma tidak menemukan Jihan. Mereka berdua mencari ke seluruh area ponpes.
Besok paginya, saat subuh, seluruh ponpes geger karena Jihan ditemukan gantung diri di depan kamar mandi. “Tubuh Jihan ditemukan oleh dua ustazah yang inggin ambil wudhu,” ujar Jody.
Karena kejadian tersebut kegiatan ngajar mengajar di liburkan. Jenazah Jihan pun dipulangkan oleh pihak ponpes ke rumahnya Jihan.
“Di situ, Dini, Alma dan teman-teman lainnya tidak bisa menutupi kesedihan mereka,” lanjut Jody.
Dini dan Alma merasa bersalah karena tidak membantu Jihan kemarin. Singkatnya, sejak kabar kematian Jihan. Pondok tempat Dini bernaung diganggu oleh jin qorin Jihan. Jin qorin tersebut bahkan mengganggu para senior yang dulu membully Jihan.
Tak cuma para senior, Dini pun ikut diganggu oleh jin qorin Jihan. Dini mengaku suatu malam ia bermimpi bertemu Jihan, dengan tatapan penuh marah Jihan berkata kepada Dini, “kenapa gak bilang ustazah?,” tanya jin qorin Jihan.
Dini terkejut ia langsung terbangun. Pernah juga suatu ketika ia hendak melaksanakan salat malam tahajud. Salah satu temannya, melihat Dini salat berdua. Akan tetapi, hari itu dini hanya salat sendiri.
Karena banyak kejadian aneh yang menimpa pondok pesantren selepas kepergian Jihan. Pihak pondok pesantren memutuskan untuk mengadakan rukiah massal. Baru beberapa juz dibacakan oleh ustaz dan ustazah, para santri banyak yang mengalami kesurupan.
Kesurupan massal pun tak terelakkan. Pihak pondok meminta santri yang tidak kehilangan kesadaran kembali ke kamar masing-masing oleh ustdaz dan ustazah.
Hal itu dilakukan untuk mempermudah para ustaz dan ustadzah meruqyah. Hingga jin qorin Jihan pun datang di rukiah massal yang diadakan ponpes.
Ustaz pun penasaran dengan maksud dan tujuan jin qorin Jihan. Ustaz pun sempat bertanya apa yang menyebabkan Jihan masih ada urusan di dunia. Jin qorin Jihan itu kembali menceritakan apa yang terjadi di sore hari. Pihak ponpes pun terkejut dengan pengakuan dari jin qorin Jihan.
Keesokan paginya, terdengar kabar jika segerombolan kakak kelas yang membully almarhumah Jihan dikeluarkan dari Ponpes. Kejadian ini pun sempat tersebar keluar pondok pesantren. Hanya saja, pihak ponpes memilih diam demi menjaga nama baik pondok pesantren. Setelah diadakan rukiah massal, ponpes tempat Dini menuntut ilmu kembali normal.
Mendengar isu tersebut, keluarga Dini memutuskan menyekolahkan Dini di sekolah biasa saja. Mungkin, takut jika Dini menjadi korban berikutnya.
“Sekarang Dini udah kuliah semester tiga. Dini juga mengaku dia selalu ngerasa bersalah dengan Jihan sampai sekarang,” ujar Jody mengakhiri podcast horor freaks.
Cerita horor pesantren: Pemakan Daging Mentah
Ada seorang perempuan, sebut saja Mila, yang “dititipkan” di sebuah pondok pesantren selama tiga tahun. Orang tuanya berharap ia bisa menjadi pengajar agama suatu saat nanti. Namun, perempuan tersebut tidak bisa memenuhi harapan orang tuanya tersebut akibat tragedi “mengerikan” yang menimpanya.
Mila sangat suka menyendiri. Di pesantren itupun ia lebih senang nongki sendiri di sebuah tangga untuk menjauhi kerumunan. Seperti di film-film, orang yang terkesan pendiam dan “lugu” selalu mendapatkan rundungan dari teman-temannya.
Suatu ketika, teman-temannya ingin mengusiknya. Mereka mencoba ngagetin si Mila dengan mengendap-endap..
“Bhaaa!”
Kaget, Mila tidak bisa mengontrol badannya dan pada akhirnya terjatuh dari tangga. terguling dari tangga. Lantas teman-temannya kaget bukan main karena nyatanya nyawa Mila tidak tergolong alias meninggal di tempat.
Pondok pesantren geger. Anak-anak kaget campur bingung. Orang tua santri perempuan tersebut sangat terkejut. Mereka tidak menyangka cita-cita yang diharapkan ternyata kandas.
Orang tuanya memang sangat sayang kepada anaknya. Saking sayangnya, tersiar kabar burung kalau kedua orang tua santri perempuan itu berniat “menghidupkan kembali” anaknya. Banyak yang menganggap niat kedua orang tua itu sebagai wujud kesedihan saja.
Namun, tidak tahu bagaimana ceritanya, anak itu memang “hidup” lagi. Entah kekuatan apa yang digunakan oleh orang tuanya. Namun, pengertian “hidup” di sini adalah reinkarnasi.
Ya, beberapa tahun setelah kejadian nahas itu, ada seorang santri perempuan yang kebetulan mirip sekali dengan almarhum. Bahkan namanya pun sama. Namanya Haruna. Tentu saja nama disamarkan.
Banyak orang yang bilang kemiripannya kebangetan banget. Mulai dari fisik sampai sifat-sifatnya. Dia pendiam, suka menyendiri. Bahkan tempat favoritnya juga sama, yaitu satu-satunya tangga di pondok pesantren, di sebuah gedung yang bernama Govan. Nama gedung juga saya samarkan.
Haruna yang “baru” memang mirip dengan almarhum. Namun, kali ini, sifatnya tambah aneh saja. Ketika waktu sembahyang tiba, Haruna malah menghilang. Begitu juga ketika jam makan. Haruna tiba-tiba menghilang.
Suatu ketika, juru masak pondok pesantren sambat kepada pengasuh. Selama satu minggu, bahan makanan selalu hilang. Pengasuh pondok menanggapinya dengan santai. Mungkin cuma ulah usil anak-anak pondok, begitu kira si pengasuh.
“Tapi, yang selalu hilang itu daging mentah, lho,” kata si juru masak. Pengasuh pondok terkesiap ketika mendengar kalimat itu. Buat apa anak-anak mencuri daging mentah. Tidak masuk akal. Anak-anak di pondok pesantren tidak diperbolehkan untuk memasak.
Hewan buas? Hewan buas macam apa yang bisa menggondol daging segar berukuran besar? Kembali, tidak masuk akal.
Pertanyaan itu berkecamuk di kepala juru masak dan beberapa senior pondok. Alhasil, sebuah tim dibentuk untuk menyelidiki. Siapa tahu mereka bisa menemukan tersangka.
Sayangnya, selama berbulan-bulan penyelidikan, tim ini tak kunjung menemukan pelaku yang mencuri daging mentah. Setiap kali dapur diawasi, pencurian tidak pernah terjadi. Tim kecil jadi kesulitan menemukan bukti.
Kita geser sebentar ke cerita lain….
Di pondok pesantren itu, ada seorang bapak yang berprofesi mengambili sampah. Dia bercerita, sudah lebih dari seminggu, dia tidak menemukan sampah pembalut. Dia sangat heran.
Masak ratusan santri perempuan di pondok punya siklus haid yang sama. Ini tidak mungkin terjadi. Tingkat keanehan ini dianggap sama misteri hilangnya daging mentah. Oleh sebab itu, tim yang pernah bertugas untuk mencari sosok pencuri daging mentah diterjunkan kembali.
Akan tetapi, hasilnya sama saja. Nihil. Pencarian tak kunjung membuahkan hasil. Aneh sekali. Makhluk macam apa yang memakan daging mentah dan juga mengisap darah pembalut?
Vampir? Kalau iya, hebat sekali bisa menembus barikade anak-anak, belum lagi senior dan pengajar, yang fasih membaca kitab suci dan mengusir makhluk astral.
Karena berbagai usaha tidak berhasil, jawaban-jawaban liar muncul. Kecurigaan dialamatkan ke sosok yang dianggap paling “beda” di pondok, yaitu Haruna. Kebiasaannya menyendiri dan menghilang di momen-momen tertentu menjadi pembenaran.
Ketika diajak ngobrol soal masalah ini, Haruna diam saja. Diam yang justru membuat kecurigaan makin berkembang. Namun, pengasuh pondok juga sadar kalau mereka bukan polisi. Mereka hanya diberi wewenang untuk bertanya, bukan menyudutkan, apalagi menghakimi.
Dua kasus itu pun “ditutup” tanpa kejelasan….
Nama Haruna menjadi legenda di pondok itu. Bahkan, dia sempat diberi julukan pengisap darah. Julukan yang saya pikir berlebihan. Tapi apa boleh bikin. Memang demikian mitos yang dikisahkan.
Kisah hilangnya daging mentah dan pembalut dari sampah ini diceritakan dari generasi ke generasi. Cerita ini selalu diceritakan kembali oleh senior ketika menyampaikan peraturan-peraturan yang tidak boleh dilakukan anak baru. Salah satunya, ketika ingin membuang pembalut, pastikan tidak ada satu tetes pun darah yang tersisa di pembalut. Pastikan bersih.